Hai teman-teman semuanya, gue lagi bete. Besok gue mesti ke Duisburg karena hari Senin gue harus ngaudit perusahaan yang bikin lubricants. Untungnya sih pabriknya nggak terselubung di daerah terpencil. Letaknya ada di tengah kota dan hotel tempat gue menginap pun dekat sama stasiun utama. Tapi tetap aja bete. Padahal akhir pekan ini gue rencananya mau merenung sembari bikin materi untuk kanal YouTube. Eh, waktu liat kalender ternyata udah harus kerja. Kesel.
Untuk melarikan diri dari kerjaan sejenak, gue pingin nulis dan mengeluarkan uneg-uneg gue. Jadi tuh beberapa minggu ini kelopak mata sebelah kiri gue nggak berhenti kedutan. Sebagai tipikal manusia modern, instead ke dokter, gue googling aja untuk mencari tau penyebab kedutan ini. Begini kata Google:

Karena gue tidak merokok, minum alkohol, minum kafein berlebihan, punya alergi atau kurang gizi *gue nggak yakin dengan ini*, kemungkinan besar mata gue kedutan karena stress dan kebanyakan mantengin gadget. Ehm, lebih tepatnya mata gue nggak berhenti kedutan karena gue kebanyakan mantengin hape dan laptop, yang menyebabkan gue jadi stress.
Kalau kalian kayak gue, aktif di dunia maya, pasti kalian tau kalau internet belakangan ini lagi kacau-balau. Coronavirus, Black Lives Matter, Yaman, Novel Baswedan, dan lain-lain. Di antara seabrek masalah yang lagi rame, gue bener-bener invested banget soal Black Lives Matter. Waktu itu ada satu orang komentar di video gue soal BLM. Dia berasumsi kalau gue bikin video tersebut hanya untuk ikut-ikutan karena isu ini lagi rame aja.
Gue juga nggak tau kenapa gue sangat merasa dekat dengan isu ini. Kepedulian ini gue rasakan semenjak gue sadar akan eksistensi white supremacy. Mungkin karena gue familiar dengan negaranya. Mungkin juga karena gue banyak berinteraksi dengan African-American dan sudah familiar dengan diskrimasi yang mereka hadapi. Mungkin karena gue pribadi lebih sensitif jika dihadapkan dengan isu racial injustice karena gue juga POC di Eropa. Nggak tau juga. Yang jelas, beberapa minggu ini gue nggak bisa tidur nyenyak karena gue selalu mengikuti perkembangan kasus ini. Tiap hari gue selalu scrolling timeline, terutama Twitter. (p.s. akun gue hanya dipakai untuk stay updated dengan dunia. Gue nggak menggunakan Twitter untuk bersosialisasi dua arah karena menurut gue sekarang Twitter terlalu toksik). Selain itu gue jadi banyak banget baca berbagai macam artikel, nonton video, film, dan mendengarkan podcasts.
Setiap hari selalu aja ada hal yang baru yang terjadi dan kebanyakan bikin gue kesal. Polisi sok-sokan ikutan kneeling lah *ew*, Nancy Pelosi dan demokrat lain melakukan moment of silence pake selendang Afrika *apaan sih*, pria kulit Hitam dibunuh karena tidur di parkiran Wendy’s *again?*, ada juga yang digantung di pohon tapi dibilangnya bunuh diri *wtf USA?*, ada juga aktivis perempuan kulit Hitam yang dibunuh setelah jadi korban kekerasan seksual *shit man*, terus beberapa hari lalu ada polisi perempuan yang misuh-misuh karena dapat pelayanan tidak memuaskan di McDonalds karena dia polisi *apaan dah lu*. Pokoknya gue selalu disodorin sama informasi baru dan hal ini secara nggak sadar bikin gue restless.

Ini membuat gue jadi bertanya-tanya tentang psikis netizen, terutama yang berada di Indonesia, yang memang aktif bersosialisasi di Twitter. Sebagai orang yang pakai platform ini hanya untuk mengobservasi manusia dan mengikuti berita, terutama berita internasional, gue terkadang juga terpapar oleh drama-drama internet Indonesia. Misalnya waktu lagi rame-ramenya #ReformasiDikorupsi dan Awkarin ingin memulai karir menjadi aktivis, atau waktu Fatur, si ketua BEM UGM, yang katanya cuma mau cari panggung aja lewat aksi ini dan ujung-ujungnya jadi selebgram. Sempat juga ada yang menyenggol Anya Geraldine yang dianggap cuma posting hal-hal tidak berfaedah padahal sebagai selebgram, dia memiliki tanggung jawab moral untuk memakai platformnya lebih baik lagi. Yang baru-baru ini terjadi, dr.Tirta namanya naik sejak ada pandemi Covid-19 dan beberapa hari yang lalu dirundung netizen karena taunya dia reramean di Holywings.
Selain drama perfiguran, Twitter Indonesia juga sering diramaikan oleh perdebatan netizen atas suatu tweet atau konten lain di internet yang sebenarnya harmless. Contohnya baru-baru ini ada yang cerita di akun Twitter-nya sewaktu dia ketemu orang yang menyesal tidak menikah. Netizen berdebatnya udah kayak seakan-akan si Mbak ini memaksa semua orang yang baca tweet tersebut buat nikah. Ada juga seorang Mbak-mbak yang ngetweet pengalaman dia konsultasi sama Dokter Gizi mengenai kesehatan anaknya yang menurun karena jadwal makan si anak berubah semenjak pandemi. Netizen tentunya berdebat lagi. Merasa kalau si Mbak ini berlebihan. Entah kenapa dan bagaimana, netizen merasa tersinggung sama thread tersebut. Padahal si Mbak nggak pernah menyindir orang-orang yang sering makan Indomie. Dia juga nggak memaksa orang-orang untuk konsumsi makanan mahal supaya gizinya bisa terpenuhi.

Gue pernah bilang ini di Instagram Story: Netizen Indonesia itu kayak semut yang lagi kelaparan. Sekalinya ada remah-remah makanan yang jatuh ke lantai, pasti bakalan dikerubungin rame-rame. Mau itu cuma remahan makanan basi, remahan kerupuk, atau pun remahan spaghetti, pokoknya asalkan bisa dikerubungin, pasti dikerubungin. Dan di antara netizen tersebut, ada juga netizen kayak gue yang lama-lama gumoh liat netizen lain demen banget ribut-ribut nggak jelas.
Gue pribadi masih bisa mengerti akan keributan soal isu esensial, seperti kritik terhadap pemerintah, isu keadilan sosial, ras ataupun gender. Karena gue percaya perubahan ke arah yang lebih baik akan terjadi jika masyarakat mulai angkat suara dan memulai percakapan atas hal-hal sulit seperti ini. Tapi kalau persoalan nggak penting kayak perbedaan pendapat hal-hal trivial alias sepele, gue selalu merasa heran. Kok bisa netizen punya kapabilitas energi dan mental untuk secara aktif merespon hal seperti itu?
Menurut gue ini salah satu alasan kenapa akun @tubirfess, @infotwitwor *RIP*, atau kanal YouTube-nya Deddy Corbuzier bisa selalu ramai. Mereka tau betul bahwa banyak netizen yang nggak kritis dan perhitungan terhadap konten apa yang mau mereka investasikan energinya. Mereka tau kalau banyak netizen yang FOMO alias takut kudet sama gosip-gosip terkini. Dan netizen yang FOMO ini juga nggak sadar bahwa mereka secara tidak langsung dimanfaatkan oleh akun-akun tersebut untuk selalu meramaikan konten mereka.
Hal ini bisa dilihat dari tingginya engagement tiap kali akun semacam ini mengunggah sesuatu konten. Kita ambil contoh video-videonya Deddy Corbuzier deh. Kalau Amerika Serikat punya Ellen Degeneres, Indonesia punya Deddy. Setiap ada hal yang lagi ramai diomongin, Deddy Corbuzier selalu gerak cepat mendatangkan orang-orang tersebut ke kanal YouTube dia dan tentunya views-nya selalu mencapai angka jutaan. Saking netizen haus akan drama, sampe-sampe Krisdayanti sama Raul Lemos aja mesti klarifikasi masalah internal mereka soal Aurel dan Azriel di YouTube-nya Deddy.

Ini sebenarnya bukan hanya permasalahan yang terjadi di perinternetan Indonesia. Netizen luar negeri pun suka ngeributin hal-hal yang nggak ada faedahnya. Makanya kenapa Kardashians dan Jenners bisa kaya. Mereka cerdas karena bisa memanfaatkan sifat manusia yang haus akan gosip dan keributan, dan menjadikan netizen-netizen ini sebagai social currency mereka. Jenius, kan?
Simpelnya, social currency adalah keberadaan dan pengaruh kita di dunia nyata dan dunia maya. Makin banyak orang ngomongin kita, makin tinggi pula social currency yang kita miliki. Kita jadi makin relevan. Hal ini ujung-ujungnya sudah pasti bisa mendatangkan uang. Bad publicity is good publicity, anyway. Mau si orang ini dicap buruk pun, exposure yang besar sudah lebih dari cukup untuk mendatangkan kekayaan bagi mereka.
Netizen yang sama, yang mudah terpancing dan ikut serta dalam drama sepele, seringkali mempertanyakan kenapa orang-orang tersebut bisa terkenal. Netizen bingung kenapa orang kayak Awkarin bisa banyak pengikutnya. Netizen bingung kenapa orang-orang banyak nonton videonya Kekeyi. Netizen bingung kenapa Atta Halilintar bisa sering diomongin. Kenapa coba? Soalnya kita nggak berhenti membicarakan mereka. Kalau kita pingin mereka jadi nggak relevan, ya kita harus stop memberikan perhatian kepada mereka. Mau mereka lagi bikin ulah kek, mau lagi kayang kek, mau lagi masak sambil main gundu kek. Nggak usah ditanggapin. Kecuali kalau yang mereka lakukan itu ilegal, melanggar hukum dan norma-norma tertentu, atau mengganggu kemaslahatan bersama.
Gue ambil contoh dramanya dr.Tirta. Yang membuat dr.Tirta jadi relevan dalam isu pandemi di Indonesia adalah netizen itu sendiri. Di saat kurangnya figur yang bisa diandalkan dalam menanggulangi virus Corona di negara kita, netizen sangat mengapresiasi keberadaan dr.Tirta yang langsung sigap menyebarkan awareness dan turun ke lapangan untuk membantu tim medis. Walaupun pakai goblok-goblokin orang, dia dianggap berada di sisi yang benar dalam persoalan Covid-19 ini. Nah, waktu dr.Tirta ketahuan berada di keramaian, tidak melakukan physical distancing, dan dianggap kontraproduktif dengan pesan yang selama ini disampaikan, netizen langsung merundung dr.Tirta berlebihan. Kenapa bisa kayak gitu?
Asumsi gue, sejak awal mula dr.Tirta muncul sebagai duta Covid tidak resmi ini, netizen terlalu menyambut dia secara berlebihan. Walaupun begitu, gue bisa mengerti. Pertama, gue melihat netizen Indonesia memang seringkali ekstrim dalam menghadapi ssosok di dunia maya, terlebih jika sosok tersebut sedikit mengundang perhatian. Either you LOVE that person or you HATE that person. Padahal kita bisa, lho, netral aja terhadap seseorang tersebut. Kita nggak perlu suka banget ataupun benci banget. Apalagi terhadap figur yang ada di internet, yang nggak kita kenal secara personal dan hanya mengetahui mereka lewat persona yang mereka bentuk di dunia maya. Kedua, seperti yang barusan gue bilang, karena pemerintah Indonesia juga terlihat sangat tidak kapabel dan cekatan menghadapi masalah ini, masyarakat bingung dan tidak tau harus mengandalkan siapa. Kebetulan ini bukan film Marvel, di mana ada banyak superheroes dan kita tinggal pilih mau stanning yang mana.
Dr. Tirta memang terlihat salah karena udah melanggar aturan physical distancing *gue nggak lihat klarifikasi dia di IG Live-nya Shopee karena gue nggak mau dimanfaatkan dia untuk tambah naikin social currency-nya. Jadi gue nggak tau apa yang sebenarnya terjadi dan nggak tertarik juga.*. Namun kemarahan netizen bukan hanya karena dia yang melanggar aturan tersebut, tapi juga karena kelakuan dr.Tirta yang tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Netizen merasa dr.Tirta itu hipokrit. Dr.Tirta hadir dan membentuk citra diri sebagai tokoh protagonis yang akan melawan orang yang menganggap sepele virus Corona. Selama ini dia sekeras itu terhadap orang-orang yang ngeyel nggak mau pakai masker atau diam di rumah. Dia hadir bagaikan oasis, di saat masyarakat sedang dikecewakan pemerintah dan menginginkan sosok Gundala *anjay*.
Menurut gue seharusnya kehadiran dr.Tirta nggak perlu disambut seheboh itu. Bagus kalau dr.Tirta ikut turun ke jalan. Bagus kalau dia ikutan melakukan pengadaan APD. Bagus kalau dia membantu meringankan beban tenaga medis yang kelimpungan. Namun gue rasa, nggak ada manfaatnya juga kalau netizen terlalu memuji dan mendambakan aksi yang dia lakukan. Karena, if I am being honest, memang sudah idealnya tiap manusia memiliki rasa tanggung jawab moral tersebut dan menjadi proaktif dalam bidang yang ia paling pedulikan.
Karena, melihat dari kenyataan yang ada, terlalu mendambakan suatu sosok bisa kemudian memberikan kita kekecewaan yang berlebihan. That being said, nggak perlu juga netizen sampai memaki dan menghina dr. Tirta. Pada akhirnya dia cuma manusia biasa. Bukan karakter pahlawan dalam film yang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk menyenangkan kita semua, tidak pernah melakukan hal-hal yang kontroversial dan mengundang perdebatan, apapun yang dilakukan selalu disetujui oleh khalayak, dan sempurna di mata semua orang. Sekali lagi, kita semua mesti ingat bahwa kita bukan berada di suatu film. Perlakukan lah dunia nyata layaknya dunia nyata. Perlakukan lah figur dunia nyata ini sebagai manusia biasa. Bukan karakter di layar lebar.
Maka dari itu, tanggung jawab untuk selalu kritis terhadap isu apa yang layak mendapat perhatian sebenarnya ada di tangan kita. Kita yang semestinya mengontrol bagaimana cara menghabiskan waktu dan energi yang kita miliki. Kita yang semestinya mengontrol apa dan siapa yang mau kita bicarakan. Tidak perlu kita terlalu mendewakan maupun membenci berlebihan suatu figur di internet, apalagi kalau ujung-ujungnya mereka akan diuntungkan dari hal tersebut. Kita yang punya kuasa untuk mengontrol bagaimana kita memandang seseorang.
Sebelum ada yang protes, gue mau bilang duluan. Iya, gue tau nggak semua netizen kayak begini. Iya, gue juga tau dengan gue ngomongin influencers di atas, gue membuat mereka jadi makin relevan.
64 Comments
Rey
June 20, 2020 at 3:12 pmSetuju dengan kak git, karena netizen indonesia terlalu overproud dan akan over hate jika sang publik figur melakukan mistakes, termasuk saya juga pasti pernah melakukan itu, semoga jauh lebih baik lagi kedepannya untuk influencer dan netizen, thanks kak git, sehat selalu kak git & kak paul
Andriani
June 20, 2020 at 3:55 pmBener kak git, belakangan ini kita tu ada info yg rame dikit, jadi byk orang yg tahu. Kita sebenarnya bisa pilih mana berita atau informasi yang menurut kita penting buat kita dan mana yang nggak. Susah nya itu kalo kita itu penasaran. aku juga berusaha
buat diri aku kalo ada informasi baru yg nggak penting di skip aja deh. Itu balik lagi ke diri masing2.
Agung Ramadhan
June 20, 2020 at 4:51 pmWe both are feel the same kagit. Sumpah ya, sosial media sekarang udah kaya neraka. Banyak banget yang bikin gaduh, panas panasin orang. Udh gasehat aja gitu user maupun sistim nya.. hm.. tpi gimana ya, di era skarang juga kan sosial media udah menjadi kebutuhan, ya meskipun pada akhirnya kita juga yang bisa memilah i formasi2 nya.. semoga cepat kembali ya kayak dulu. Sosial media bagi gue itu, bukan hanya tempat sharing, tapi buat hiburan juga.
Syeikha
June 20, 2020 at 5:15 pmGue setuju ama ini kaa git, bagus ??
Sehat terus ka git ama suami.
Daka R
June 20, 2020 at 5:36 pmNah iya kak git, setuju bgt kadang suka heran dan aneh aja ngeliat konten unfaedah atau bs dibilang ya ngpain gtu diliat, dan bisa tenar dlm waktu yg terbilang singkat. Tapi, barang konten faedah yg bs ngasih insight baru atau memacu kita utk melakukan somethin abis ngeliat itu malah biasa aja gtu gk setenar konten atau hal unfaedah yg tersebar di dunia maya, walaupun smua gk gtu sih.
Natasya Adistya
June 20, 2020 at 5:56 pmBener bangett kak salut dengan ulasan kak Gita yang netral dan rasional.. ga condong sisi kanan kiri
Nella (emaknya Benjamin)
June 20, 2020 at 6:57 pmOoh ternyata mata kedutan bisa disebakan mantengin gadget LOL waktu itu saya malah ingatnya mitos2 menyeramkan ttg mata kedutan, berikutnya berarti saya perlu kurangi main gadget 😉 . Mengenai drama internet saya sudah pada posisi “tidak semua yang kita baca di sosmed perlu kita komentari, tidak semua yg kita tonton di Youtube perlu dikomenin” cuma ngabisin energi berantem di sosmed, klo kita ga sejalan dg kebanyakan orang (yg komen negatif) alhasil saya yg dirajam haha diglobok2in, di anjing2in, dan sumpah serapah lainnya, cape ati 😆 .
Nunu
June 20, 2020 at 7:09 pmSetuju banget kak, kenapa saat ini orang” pada bangga memamerkan kebodohan, karena setiap hujatan adalah panggung mereka.
Ayolah, jadi netizen yang pinter.
Vidia dewi
June 20, 2020 at 7:12 pmBagus bngt sih parah, udh mewakili bngt untuk warga net yang drama, singkat jelas, da best ka?
Dinanda Nurkhaurora
June 20, 2020 at 11:20 pmIni juga nih ka git, pas lagi rame instagramnya han so hee sama netizen Indo yang pada ngomenin bilang dia ‘pelakor’ karna perannya di drama ‘the world of marriage’ nahh itu yang lebih ga enak dilihat lagi komenan bejibun netizen indo lain yang ngejatuhin rekan sesama Indonesia, gapapa sii diingetin tapi kalo kebanyakann juga jadi hilang pride nyaaa di mata negara lainn?. Banyak lagi deh kejadian lain yang seperti ini.
Nirmala
June 21, 2020 at 1:12 amPadahal segala platform social media sekarang udah dilengkapi dengan fitur mute, hide, block. Instead of menggunakan fitur2 itu, malah netizen indo lebih milih buat merundung dan mencaci maki figur yang sedang melakukan kesalahan. Padahal kesalahan yang si figur ini lakukan ga merugikan mereka juga (dibeberapa cased). Hadeh. Anw thank you git udah sharing ini. Bikin gue jadi sadar agar lebih bijak bersosial media, khususnya di twitter. Hehe
Nayla Asyifa
June 21, 2020 at 2:05 amThank you, kak Gita for this post, setuju banget, kita yg menaikan mereka tapi kita juga yg gak suka karena mereka terkenal, what a world.
Syifa
June 21, 2020 at 3:07 amRelated bgt si sama tulisan ini kak, kadang di Twitter tuh terlalu rame karena terpapar bnyk bgt sama berita” yg penuh drama. Dan kata kak git tuh emang bener, kita punya kendali atas apa yg kita lakukan untuk diri kita. Kadang tuh klo udah kesel nemu bermacam” berita mending unfollow akun” yg emang ga penting. Dan sekarang aku lebih prefer follow akun study si Sama beberapa akun yg nggak terlalu bnyk drama. Apalagi Twitter tuh cepetan bgt nyebar nya:)
Yessi
June 21, 2020 at 3:39 amGue membenarkan tulisan lo tapi disisi lain itu emang strategi marketing mereka apalagi orang yg pendapatannya bergantung sama viewers atau orang yg cari duitnya di internet jadi kaya mereka emang kudu bgt gercep masalah2 yg lagi viral saat itu, sampe masalah yg ga penting sama sekali aja di up. Gue ga menyalahkan mereka2 itu semua karna mereka cuma lagi survive di kehidupan yg keras ini ya walaupun gue jg mikir gilee cari duit sampe gitu amat ya. Netizen indo yg emang harus pinter2 memfilter informasi. Klo ttg drama di twitter jujur gue ga ngikutin sama sekali karna ya emang ga ada gunanya debat masalah sepele gitu di twitter sih, dan emang udah sibuk sama hidup sendiri jadi gue emang tipe yg ga terlalu gampang impressed sama gosip indo bahkan untuk follow artis indo aja gue selektif bgt. Nama2 yg lo sebut diatas aja ga ada yg gue follow. Gue cuma ngikutin lo doang git (ceile..).
Yessi
June 21, 2020 at 4:00 amGue membenarkan tulisan lo tapi disisi lain itu emang strategi marketing mereka apalagi orang yg pendapatannya bergantung sama viewers atau orang yg cari duitnya di internet jadi kaya mereka emang kudu bgt gercep masalah2 yg lagi viral saat itu, sampe masalah yg ga penting sama sekali aja di up. Gue ga menyalahkan mereka2 itu semua karna mereka cuma lagi survive di kehidupan yg keras ini ya walaupun gue jg mikir gilee cari duit sampe gitu amat ya. Netizen indo yg emang harus pinter2 memfilter informasi. Klo ttg drama di twitter jujur gue ga ngikutin sama sekali karna ya emang ga ada gunanya debat masalah sepele gitu di twitter sih, dan emang udah sibuk sama hidup sendiri jadi gue emang tipe yg ga terlalu gampang impressed sama gosip indo bahkan untuk follow artis indo aja gue selektif bgt. Nama2 yg lo sebut diatas aja ga ada yg gue follow. Gue cuma ngikutin lo doang git (ceile..)
Halizan
June 21, 2020 at 4:41 amAku setuju dengan ini, aku pun sedang berproses untuk lebih memilah konten-konten mana yang baik dilihat dan tidak. Walaupun sekarang banyak irang bilang aku jadi ‘kudet’, aku gak masalah karna aku lebih nyaman seperti ini.
Nati Rahayu
June 21, 2020 at 4:48 amSetuju banget
Agnes Yesica Sharen br Sitepu
June 21, 2020 at 5:00 amHAHAHAH, gw setuju betul sm lu kak. gw capek dgn drama internet ini semuanya. mau lu baca ini atau ga, gapapa hehehe
gw yg dulunya aktif twitter, gw uninstall. itu karena gw lg skripsi, dan dunia twitter bagi gw toksik bgt belakangan ini.
gw aktif di IG, tp pernah sangkin eneknya, gw off beberapa minggu krn sangkin capeknya gw melihat keadaan yg ada.
dan pada akhirnya gw memutuskan untuk unfoll org2 gapenting, dan kalo gw gamau unfoll, gw mute storynya. and it works for me.
gw juga heran knp orang2 kalo ga suka, itupun mereka mau menonton dan komentar. gw heran kalo ada orang “cantik” angkat suara, makin heboh disanjung. gw heran kalo ada orang “tidak cantik” bertindak dikit, dibully abis2an.
GW BENER2 HERAN.
And lastly, that’s the world. ga akan pernah habisnya drama ini sampe Tuhan datang ke dunia ini untuk memperjelas semuanya. Karena kita hanyalah manusia.
oke gw banyak bacot ya wkwkwk, thank you kak Git! keep up the good works!!
Kalo ada hate comments yg u dapet, inget ada ratusan love comments yg u dapet. Keep it up!!! Gbu!
Irika
June 21, 2020 at 5:48 amCouldnt agree more! Salah satu hal ttg netizen indonesia dan bikin eneg adalah tentang kesuperkepoannya dan serasa selalu pengen tau hal2 aktual yang pdahal ga penting dan mempengaruhi hidup mereka juga, kayak ngga ada lagi hal lain yang bisa mereka lakuin selain mantengin sosmed dari jam per jam, andaikan tiap orang dikasih kesempatan utk sejenak ngerasain hidup di negara yang super sibuk ( bukan slow motion kayak negara kita), udah pasti pas balik indo bakal kaget sendiri liat kelakuan orang2nya. Mungkin nih ya..emang itu satu2nya hiburan di tengah kesulitan hidup yang ada (yet mindset gini harusnya bisa diubah)
secret admirer
June 21, 2020 at 6:09 amsetuju kk git..mewakili bgt
Desih Nurdianti
June 21, 2020 at 7:07 amI don’t know but apapun yang ka Gita omongin, selalu sepemikiran. Like this this is why I wanna say too.
Teeara
June 21, 2020 at 9:55 amI think so kak. Dari dulu sebenernya udah berusaha biasain diri buat selektif pake sosmed di dunia ini, tapi di masa pandemi (yang gue personally lebih banyak nganggurnya) gue kadang suka jatuh meduliin hal-hal nggak penting kayak gitu. pas baca ini langsung sadar lagi, dan sekarang aku mau belajar balik kayak yang kemaren-kemaren. thanks kagit.
Awanda Gita
June 21, 2020 at 10:27 amIni ibaratnya otak lagi menyisir jalan dan ada palang petunjuk jalan. Dengan sharing pemikiran seperti ini, dari aku pribadi merasa sangat terbantu kak untuk lebih bijak dalam berpikir dan bertindak. Aku lagi ngikutin perkoreaan kali ini dan lagi relate ke salah satu topik di buku a cup of teanya kak Gita tentang cyber bullying. Well said kak and thank you for sharing your thoughts
Shohi Khairani
June 21, 2020 at 10:50 amSetuju banget kak. Aku kagum sama tulisan & video kak gita yang menurutku berani. Berani sebut nama, kritik begini begitu. Aku sering kali merasa gundah dan pengen ngeluarin uneg2 kaya kakak gini, tapi kenapa aku selalu takut. Aku udah ngebayangin duluan ntar kalo pada gak setuju trus aku diserang balik gimana. Rasanya nyaliku belum sampe kesana. Boleh bagi tips-nya kak gimana biar berani mengkritik kaya kakak? Thanx kak Git. Sukses selalu
hanin
June 21, 2020 at 4:11 pmfinally… ada juga tulisan yg selama ini cuma ada dihati, dipikiran dan cuma dikasih tau ke orang-orang terdekat biar bisa milah-milih mana yg bisa dijadiin asupan, bukan buat ikut-ikutan yg kurang relevan, good word ka git :)bd:)bd
salmakhrnd
June 21, 2020 at 4:17 pmtotally agreee kak git! terimakasih sudah mewakilkan isi hatiku
mei
June 21, 2020 at 6:22 pmbaru..aja kemarin uninstall twitter :/ udah overload otakku baca berita dan berbagai macam drama
SYAHRATUL AYMA
June 22, 2020 at 6:04 amBacot nya manis banget..
AYMA
June 22, 2020 at 6:16 amSingkat nya gue yah kak, Knapa banyak orang seperti semut di media sosial, karena masih banyak yang tidak tau informasi apa yang mereka butuhkan dan makanan apa yang pas buat mereka konsumsi di “meja abstrak ” yaitu internet. Haha kacau ah
citra
June 22, 2020 at 2:03 pmthis is really great and powerful ka git! can’t agree more with ur thoughts. thankyou for sharing this beautiful and mind opening writing❤ you’re such an extraordinary !
actually i started to make my own blog like a month ago, and ya! you’re one of my biggest inspiration. once again thankyou ka gita:)
rizky
June 22, 2020 at 2:08 pmbener sih following mesti dikontrol
Ihat Azmi
June 23, 2020 at 7:49 amTerima kasih sudah diingatkan Kak Git! Biar gak terbawa arus sana-sini emang harus punya benteng pertahanan sendiri. Bijak memilah-milih informasi soalnya ya kalau enggak kayak orang linglung gitu, kesannya gak punya pendirian sendiri. Selagi gak penting banget dan gak ngaruh ya gak usah dikomentarin atau apalah itu. Tapi ya dasar kadang netizen kepo hahaaa. Sehat selalu kak!
nurmilia kadimin marto
June 25, 2020 at 5:12 amuntuk saya sendiri pun lebih menarik baca berita john kei ketimbang berita politik dan konspirasi covid… bukan soal aksinya john kei tpi soal pribadinya john kei. jujur aja gue setuju banget dgn hastag #indonesiaterserah yaa buktinya pandemic malah d jadikan ladang usaha dan mash banyak konspirasi lainnyalah…
ok kembali ke laptop, sebenarnya sayapun mash suka jadi netizen yg julid, tapi gak julid banget…. dan jujur aja jdi netizen julid itu gak baik banget utk kesehatan mental dan otak gue… lama kelmaan gue ngerasa jdi pribadi yg buruk… bahkan tanpa perlu jdi netizen yg julid kadang gue msh suka gibah sama temen komen soal selebgram yg trlalu ini itulah…
ternyata pembahasan julid kayak gitu lebih seru dan jadi topik pembahasan paling menarik dan yg paling pas untk memulai pembicaraan… apalagi klo udah ngumpul sma tman tman… padahal sbnanrnya gue udah capek hidup sprti ini trus jdi netizen yg julid… tpi hidup haha hihi huhu hehe hoho ibarat udah jdi tradisi
hah… gue jdi pengen hidup dengan hati yang santuy dan mulut yang gak julid dan pemikiran yg gak mikiran/ngurusan orang lain
btw… gue suka banget komen di tulisannya kak gita soalnya kayak ngomong sama temen, bisa berbagi apa yg gue pikirkan tpi tanpa ada saling singgung, tidak enak..dan gak perlu membela/stuju sama pemikiran gue…
Lani
June 25, 2020 at 9:23 amsetujuuuu bangeeettt..
Lani
June 25, 2020 at 9:23 amsetujuuuu bangeeettt..
Marisa Chellyana
June 26, 2020 at 3:24 pmWah akhirnya , isi pikiranku selama ini tentang makin aneh nya dunia maya dijelasin banget sma kamu kak , dan sekarang aku lagi bener-bener stop dulu main sosial media IG, TWITTER yang kadang buat ku tambah stress dan bahkan jd bandingin hidup ku dengan orang lain bener-bener gak sehat.
Putri Pebriyanti Suratino
June 27, 2020 at 7:57 amSetuju banget sama Kak Gita, kita yang seharusnya mengontrol konten apa yang mau kita lihat dan konsumsi. Karena seperti yang kita tahu, social media itu toxic banget, yet in another side we actually need it dan bakalan berguna kalau misalnya kita bisa memfilternya dengan bijaksana. Gue sendiri di Instagram, Twitter, bahkan TikTok bener-bener selektif sama orang-orang yang mau gue follow supaya konten yang gue lihat dan konsumsi sesuai sama my personal interests. Yaa, untungnya gue pribadi adalah orang yang sangat tidak peduli dengan drama-drama receh dan super gak penting, kalaupun ada drama yang gak sengaja lewat di timeline gue langsung menggunakan fitur mute, block, dan hide dengan sebaik mungkin. Be smart people, social media itu berfaedah asal lo bijaksana dalam menjadi penggunanya.
And to Kak Gita, thank you so much for sharing this. May Allah always bless you and your family. Aamiin. 🙂
Anisa Wahyu Adzkiya Atsar
June 27, 2020 at 1:46 pmAkhirnya ada tulisan juga tentang ini yang klik di hati. Proud of you kak Gita ?✨.
Ulfa Zakirah
June 30, 2020 at 8:42 pmMakasih kak gita udah ngomongin hal ini. Ulasan kakak jelas banget
Lista Novera
July 2, 2020 at 12:56 pmkalo baca blog kak gita emang langsung berasa adaa aja yang masuk di otak gue hal yang positif, makasih banget kagit sehat selalu ya sama kak paul hehehhehe
Lana Nadia .
July 4, 2020 at 2:20 pmPas banget baca ini setelah kejadian yang bikin gue down parah di twt. Bener banget ka gita, berselancar di internet sekarang bikin stress, apalagi gue sering pake internet buat komunikasi dua arah akhir akhir ini, jadi bukan cuma buat hiburan atau ladang info semata seperti biasanya. setelah baca ini gue jadi sadar apa yang mulai salah dan apa yang harusnya gue lakuin supaya stress nya ga tambah terus haha. thanks banget ka gita!
Anisya Ardiana
July 6, 2020 at 5:53 amdari akun2 repost gosip itu emang yg seru liatin orang2 berantem di kolom komentar wkwk
yang ngatain udh kaya orang paling bener, terus yg ngebelain udah kaya kenal banget sama orangnya, kaya temen dari TK hahaha
Dinda
July 7, 2020 at 6:57 ampada kenyataannya emg netizen sendiri yg memberikan panggung untuk org2 tersebut, tapi kemudian juga mempertanyakan “kok bisa sih org kayak dia terkenal?” pfftt. makasih untuk tulisannya, kak git!
aini
July 9, 2020 at 1:21 pmini menyuarakan isi pikiran gue sih, mantep lah kak git
CloudyCloud
July 10, 2020 at 5:19 pmWaww ????????
Waitt did u just equalize ellen and daddy, i think thats not fair. Ellen is amazing lolol
Dont mind me, you do you, thanks aaa lott
Shafa
July 12, 2020 at 5:48 pmTotally agree! Dulu sebelum social media dipenuhi oleh drama, rasanya semua hal penting yang sedang terjadi bisa dengan mudah kita dapatkan (tanpa dicampuri hal-hal sepele) dan bisa menjadi pelajaran untuk pribadi. Namun berbeda dengan sekarang, kita sebagai netizen harus lebih “selektif” dan pintar dalam menanggapi sesuatu dari hal sekecil apapun. Terima kasih Kak Gita <3
Miranda
July 13, 2020 at 9:53 amKeren banget kak git! Fully agree dong aku
Asep Rohimat
July 14, 2020 at 7:17 amGue sendiri sih gak banget kalo harus memperhatikan netizen, apapun yang mereka lakukan mungkin baik bagi mereka. Karena gue orang nya bebas dan males banget harus mempermasalahkan atau memperhatikan sesuatu, toh netizen bukan siapa2.
Tapi saya salut dengan kak Gita sampe2 detail banget nyeritainnya.
Good luck kak
De Ihat
July 15, 2020 at 9:38 amNice post kak!
Ana
July 20, 2020 at 7:24 amRelate banget si kak, sejujurnya gue juga males ngeliat orang yang terlalu condong ke si A atau ke si B yang ujung ujungnya pasti ada drama. Belom lagi tokoh netizen yang berasumsi seakan akan merekalah yang tau betul ttg si A atau si B ini hanya dengan mereka mengikuti storynya atau beritanya dari A-Z hahahahaha padahal kalo di telisik lagi banyak aja tuh berita yang sebenernya sifatnya clickbait ya kasarnya ditambah tambahin bumbu biar jadi viral atau apalah padahal bisa aja kan kebenarannya gak sesuai dengan apa yang diberitakan.
fathiya
July 22, 2020 at 2:38 pmIni sesuatu yang ada di pikiran gue selama setahun terakhir ini. Netizen selalu punya pola yang sama. Mendewakan lalu menjatuhkan ketika sosok itu ternyata ga sesuai dengan ekspektasi mereka dan ketika sosok yang mereka bully itu terganggu kesehatan mentalnya bahkan hingga bunuh diri, mereka juga yang akan sibuk bicara kesehatan mental lalu melimpahkan kesalahan kepada netizen yang lainnya. Benar-benar polisi moral.
Icha
July 23, 2020 at 3:14 pmSetujuu bget, mestinya netizen lebih bijak lagi. Patut memfilter mana aja yang perlu dilihat ataupun diikuti perkembangannya, jgn hanya condong ke drama-drama yang hanya akan membuat kehebohan tak bermoral dan beretika. Dengan begitu, para influencer jg akan lebih bijak dalam berkarya ke arah yang lebih positif dan membangun ?
safri
August 5, 2020 at 12:48 pmAhhahahah. Aku juga berpikir gitu kak git, di jaman kayak gini yang gabisa lepas dari internet maupun sosmed, banyak orang yang gampang banget kepancing sama hal2 sepele. Terkadang bimbang kalau hidup tanpa sosmed bisa ketinggalan dengan hal2 terkini, tapi kalo terjun ke sosmed sering banget nemu orang2 toksik dan ga sehat buat mental ?
Lutviana
September 5, 2020 at 7:17 amSetelah membaca blog Kak Gita, aku gak cuma belajar buat bagaiamana tidak menaruh ekspektasi (mendewakan/membenci secara berlebihan) pada seseorang di sosmed Kak, aku juga coba menyambungkan dalam kehidupan nyata, bahwa kita seharusnya memandang manusia sebagaimana manusia itu sendiri.
dwi
September 8, 2020 at 12:24 pm“POC di Eropa” di paragraf kelima. POC itu kepanjangan atau artinya apa deh?
Vasa Annisa Indina
September 12, 2020 at 6:50 amCould not agree more, kak. Terlalu mendewakan manusia itu tidak seharusnya. Namanya juga manusia…
Yulisanti
September 20, 2020 at 6:23 amGausah dipanjangin ya, intinya aku setuju banget sama apa yang sudah kak Git omongin di atas.
billah
October 5, 2020 at 3:45 amGue adalah salah satu orang yang bodoamat sm hal yang lagi viral, gue juga masih bingung knp viewer daddy courbuzier byk bgt.
NURI
November 8, 2020 at 5:38 amSetuju banget bangett
Navycat
December 16, 2020 at 8:17 amKebanyakan dari netizen ini penyakitnya gak bisa berpikir kritis, makanya pada demen ribut merasa sok bener ini nih yang bahaya bisa bikin pecah belah.
Nanda
December 27, 2020 at 7:55 amKereen banget kak gitaa, Setuju bngttttttt:)
Galya
March 25, 2021 at 8:59 amAkhir2 ini juga lg merasa kaya gitu kak git. Aku baru bgt memasuki dunia per-Kpop-an di Twitter, dan mereka kalau suka atau hate selalu over. Emang banyak bgt drama di Twitter tuh makanya aku memutuskan untuk detox selama beberapa hari, ngga main twitter dan ig. Dan dari situ aku mikir, aku ngga perlu put to much my energy, my attention in every “drama” di media sosial. Dari situ aku merasa, kalo toh nanti ada drama di twitter baik masalah kpop atau yg lg rame di Indonesia, aku lebih ke apa yg harus diambil dari masalah itu, itu pun aku harus pandai mana drama yg emang matter untuk dibahas atau seenggaknya disimak dan mana drama yg cuma mencari atensi netijen. Tapi, jujur kak dari akun tubbirfess aku dpt insight/POV baru yg sebelumnya ngga pernah kepikiran sebelumnya, tentang isu2 yg harus banyak orang aware (walaupun kadang ada isu yg seharusnya gak diperdebatkan). Aku sih bisa ngasih kesimpulan, kalau mau main media sosial harus dalam mental yg stabil. Dan point yg disampaikan kak gita bahwa tidak perlu kita terlalu mendewakan maupun membenci berlebihan suatu figur di internet, apalagi kalau ujung-ujungnya mereka akan diuntungkan dari hal tersebut. Anw, thank ya kak gita udh meluangkan waktu buat nulis ini.
nikmatnyakata
September 8, 2021 at 7:38 pmEnak banget bisa leluasa menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, apa aja sih kak modalnya bisa gitu
Mari mampir https://ceritakuuntukmu07.blogspot.com
Alifah
June 15, 2022 at 4:53 amHalo! Thank you Kak Gita for sharing your opinion. Untuk teman-teman yang sudah nonton video Kak Gita yang Eps. Beropini, dan pernah baca tulisan blognya di ‘A Cup of Tea’ terutama video dan blog yang dibuat di tahun 2019-2022. Aku mau minta tolong dan minta waktu teman-teman untuk isi kuesioner tugas akhir aku.
https://forms.gle/DtAoXLLLzhn51AWD8
Terima kasih sebelumnya! Have a nice day!